Bagaimana mencari pemimpin yang ber-IQ tinggi dan ber-EQ tinggi secara bersamaan? Adakah cara menyeimbangkan IQ dan EQ? Nah, itulah yang dibahas saat Seminar "How to Balance IQ & EQ to be a Chosen Leader" oleh ahli-ahlinya dalam suatu seminar terbuka untuk publik, yang diselenggarakan oleh Intellectual Business Community (IBC) bekerja sama dgn Mensa International (organisasi dengan anggota ber-IQ 2% teratas dari populasi). Seminar ini sendiri diselenggarakan hari Kamis, tanggal 11 November 2010, jam 1.30-5.30pm di Studio SCTV Senayan City lt.8, Jakarta Selatan.
.
.
IQ merupakan index ukur kemampuan otak seseorang, baik dalam matematika,abstraksi, verbal, dll. Orang yang ber-IQ tinggi cenderung menjadi anak pandai di sekolah karena metode IQ membandingkan kemampuan otak seseorang dengan populasi yang seumur. Tes IQ sendiri sudah berusia lebih dari 100 tahun (pertama kali th 1904).
.
Sedangkan EQ merupakan istilah baru yang dikemukakan oleh Wayne Payne (1985) dan dipopulerkan oleh Daniel Goleman (1995). Walaupun idenya sudah ada jauh sebelumnya, alat ukurnya baru terbentuk di tahun 2001, jadi kurang dari 10 tahun. EQ mencakup kemampuan seseorang untuk bisa mengontrol emosinya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Dalam kenyataan sehari-hari, orang yang EQ-nya rendah akan terlihat emosional dan tentunya emosi negatif yang tak terkontrol akan membuat orang lain tidak suka sehingga orang yang ber-EQ rendah akan cenderung tidak disukai orang. Tetapi belum ada penelitian apakah orang yang EQ-nya tinggi (misalkan 2% teratas dari populasi) mendukung terhadap prestasi tertentu. Alat ukur EQ sendiri masih dalam perdebatan.
.
Apabila dihubungkan dengan kepemimpinan, tentunya seorang pemimpin perlu memenuhi persyaratan IQ dan EQ tertentu, walaupun di samping itu masih ada banyak persyaratan lainnya. Tentu akan ada argumen bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin, tidak tergantung IQ dan EQ nya. Bisa saja kalau dipandang dari sudut orang tersebut yang memproyeksikan dirinya menjadi pemimpin (self-assessed). Tetapi kala seseorang DIPILIH menjadi pemimpin, tentunya secara explisit maupun implisit, persyaratan IQ dan EQ ada di dalamnya.
.
Di dalam perusahaan-perusahaan yang sudah established, umumnya ada program pengidentifikasian dan pengembangan calon pemimpin yang dipilih dari populasi karyawan. Jumlah orang terpilih tersebut berkisar 2%-5% dari pegawai seangkatannya. Apa kriterianya dan bagaimana proses seleksinya? Tentunya sekali lagi aspek daya tangkap, 'brightness', dan personality memegang peranan penting untuk dapat terpilih. Tapi apa spesifiknya? Lebih baik kita mempelajari apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan besar seperti Nokia-Siemens dalam hal ini, untuk dapat lebih mengerti alasan-alasan kriterianya berdasarkan riset yang mereka lakukan dalam organisasinya.
.
.
Seminar ini penting bagi para pemimpin perusahaan yang ingin membina pemimpin di perusahaannya, calon pemimpin yang sedang mempersiapkan diri, para orangtua yang menghendaki anak-anaknya menjadi pemimpin, dan para Human Resources personnel yang bertugas menseleksi dan membina pemimpin di perusahaannya.
.
.
Pembicara dalam seminar ini ada tiga orang, yaitu Bambang Syumanjaya - sehari-hari membuatkan evaluasi karir untuk individu maupun perusahaan, Anthony Dio Martin - perintis EQ training di Indonesia, dan Irvandi Ferizal - HR Director Nokia-Siemens, yang akan menceritakan bagaimana proses seleksi calon pemimpin di perusahaannya.
.
.
Sedangkan seminar ini sendiri dipandu oleh Dr. Bayu Prawira Hie, anggota Mensa dan Executive Director Intellectual Business Community. Bagi suka mendengar Smart FM maka akan tahu bahwa Bambang Syumanjaya, Anthony Dio Martin, dan Dr. Bayu Prawira Hie ini adalah pembicara tetap di radio SmartFM. Mereka semua sama-sama tampil atraktif dan ekspresif.
.
.
Dari keseluruhan acara ini beserta tanya-jawab maka ungkapan "Pemimpin dengan IQ dan EQ Seimbang" menjadi topik utama yang disampaikan para pakar motivasi dan training dalam seminar ini.
.
.
Seminar ini dihadiri oleh para eksekutif muda, pemimpin perusahaan, serta bagian human resources, seminar berlangsung kurang lebih hampir empat jam. Masing-masing pembicara menyampaikan materinya, dibarengi dengan tanya jawab yang mengupas seluk beluk persoalan seputar kecakapan individu dan juga dalam hal mengembangkan perusahaan.
.
Dalam pemaparannya, Anthony Dio Martin menegaskan untuk memiliki kecakapan lain, seperti meningkatkan kemampuan EQ atau social skills, setiap orang mesti mengetahui kelebihan dan kekuatan yang ada di dirinya sendiri (IQ).
Sehingga, dia bisa tampil lebih percaya diri dan dengan begitu mampu tampil atraktif dan mengontrol emosi. Tidak bisa dimungkiri kemudian, sebagai seorang pemimpin, Obama tidak hanya memiliki kemampuan IQ yang tinggi tapi juga seimbang dengan EQ. Apa yang membuat dia bisa demikian? Tak lain, kata Anthony, karena dia merasa nyaman dengan dirinya sendiri.
“Ketika orang mulai nyaman dengan dirinya sendiri, dia tahu bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, dan terkoneksi dengannya,” ungkap dia mencontohkan. Ambil contoh yang lain, seperti para pekerja di bagian IT.
Sebagian besar dari mereka, mesti diakui, memiliki kemampuan IQ yang tinggi, namun kerap bermasalah saat menyampaikan presentasi atau berkomunikasi, sementara hal tersebut dibutuhkan karena satu paket dengan pekerjaannya. Dari sini, tampak jelas bagaimana EQ juga sangat berperan.
.
Dalam rangkumannya, Bayu Prawira Hie menyimpulkan, lingkungan juga turut berpengaruh. Bagaimana seorang yang mempunyai IQ tinggi akan leluasa apabila lingkungannya terdiri dari orang-orang yang benci atau bahkan skeptis terhadap orang yang ber-IQ tinggi? Atau bagaimana seseorang yang mempunyai EQ tinggi akan nyaman kalo lingkungannya memberi cap "PENJILAT" kepadanya?
.
.
Begitulah, secara keseluruhan acara berlangsung sukses. Thanks a lot and salute to Dr. Bayu Prawira Hie.
.
.
.
IQ merupakan index ukur kemampuan otak seseorang, baik dalam matematika,abstraksi, verbal, dll. Orang yang ber-IQ tinggi cenderung menjadi anak pandai di sekolah karena metode IQ membandingkan kemampuan otak seseorang dengan populasi yang seumur. Tes IQ sendiri sudah berusia lebih dari 100 tahun (pertama kali th 1904).
.
Sedangkan EQ merupakan istilah baru yang dikemukakan oleh Wayne Payne (1985) dan dipopulerkan oleh Daniel Goleman (1995). Walaupun idenya sudah ada jauh sebelumnya, alat ukurnya baru terbentuk di tahun 2001, jadi kurang dari 10 tahun. EQ mencakup kemampuan seseorang untuk bisa mengontrol emosinya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Dalam kenyataan sehari-hari, orang yang EQ-nya rendah akan terlihat emosional dan tentunya emosi negatif yang tak terkontrol akan membuat orang lain tidak suka sehingga orang yang ber-EQ rendah akan cenderung tidak disukai orang. Tetapi belum ada penelitian apakah orang yang EQ-nya tinggi (misalkan 2% teratas dari populasi) mendukung terhadap prestasi tertentu. Alat ukur EQ sendiri masih dalam perdebatan.
.
Apabila dihubungkan dengan kepemimpinan, tentunya seorang pemimpin perlu memenuhi persyaratan IQ dan EQ tertentu, walaupun di samping itu masih ada banyak persyaratan lainnya. Tentu akan ada argumen bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin, tidak tergantung IQ dan EQ nya. Bisa saja kalau dipandang dari sudut orang tersebut yang memproyeksikan dirinya menjadi pemimpin (self-assessed). Tetapi kala seseorang DIPILIH menjadi pemimpin, tentunya secara explisit maupun implisit, persyaratan IQ dan EQ ada di dalamnya.
.
Di dalam perusahaan-perusahaan yang sudah established, umumnya ada program pengidentifikasian dan pengembangan calon pemimpin yang dipilih dari populasi karyawan. Jumlah orang terpilih tersebut berkisar 2%-5% dari pegawai seangkatannya. Apa kriterianya dan bagaimana proses seleksinya? Tentunya sekali lagi aspek daya tangkap, 'brightness', dan personality memegang peranan penting untuk dapat terpilih. Tapi apa spesifiknya? Lebih baik kita mempelajari apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan besar seperti Nokia-Siemens dalam hal ini, untuk dapat lebih mengerti alasan-alasan kriterianya berdasarkan riset yang mereka lakukan dalam organisasinya.
.
.
Seminar ini penting bagi para pemimpin perusahaan yang ingin membina pemimpin di perusahaannya, calon pemimpin yang sedang mempersiapkan diri, para orangtua yang menghendaki anak-anaknya menjadi pemimpin, dan para Human Resources personnel yang bertugas menseleksi dan membina pemimpin di perusahaannya.
.
.
Pembicara dalam seminar ini ada tiga orang, yaitu Bambang Syumanjaya - sehari-hari membuatkan evaluasi karir untuk individu maupun perusahaan, Anthony Dio Martin - perintis EQ training di Indonesia, dan Irvandi Ferizal - HR Director Nokia-Siemens, yang akan menceritakan bagaimana proses seleksi calon pemimpin di perusahaannya.
.
.
Sedangkan seminar ini sendiri dipandu oleh Dr. Bayu Prawira Hie, anggota Mensa dan Executive Director Intellectual Business Community. Bagi suka mendengar Smart FM maka akan tahu bahwa Bambang Syumanjaya, Anthony Dio Martin, dan Dr. Bayu Prawira Hie ini adalah pembicara tetap di radio SmartFM. Mereka semua sama-sama tampil atraktif dan ekspresif.
.
.
Dari keseluruhan acara ini beserta tanya-jawab maka ungkapan "Pemimpin dengan IQ dan EQ Seimbang" menjadi topik utama yang disampaikan para pakar motivasi dan training dalam seminar ini.
.
.
Seminar ini dihadiri oleh para eksekutif muda, pemimpin perusahaan, serta bagian human resources, seminar berlangsung kurang lebih hampir empat jam. Masing-masing pembicara menyampaikan materinya, dibarengi dengan tanya jawab yang mengupas seluk beluk persoalan seputar kecakapan individu dan juga dalam hal mengembangkan perusahaan.
.
Dalam pemaparannya, Anthony Dio Martin menegaskan untuk memiliki kecakapan lain, seperti meningkatkan kemampuan EQ atau social skills, setiap orang mesti mengetahui kelebihan dan kekuatan yang ada di dirinya sendiri (IQ).
Sehingga, dia bisa tampil lebih percaya diri dan dengan begitu mampu tampil atraktif dan mengontrol emosi. Tidak bisa dimungkiri kemudian, sebagai seorang pemimpin, Obama tidak hanya memiliki kemampuan IQ yang tinggi tapi juga seimbang dengan EQ. Apa yang membuat dia bisa demikian? Tak lain, kata Anthony, karena dia merasa nyaman dengan dirinya sendiri.
“Ketika orang mulai nyaman dengan dirinya sendiri, dia tahu bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, dan terkoneksi dengannya,” ungkap dia mencontohkan. Ambil contoh yang lain, seperti para pekerja di bagian IT.
Sebagian besar dari mereka, mesti diakui, memiliki kemampuan IQ yang tinggi, namun kerap bermasalah saat menyampaikan presentasi atau berkomunikasi, sementara hal tersebut dibutuhkan karena satu paket dengan pekerjaannya. Dari sini, tampak jelas bagaimana EQ juga sangat berperan.
.
Dalam rangkumannya, Bayu Prawira Hie menyimpulkan, lingkungan juga turut berpengaruh. Bagaimana seorang yang mempunyai IQ tinggi akan leluasa apabila lingkungannya terdiri dari orang-orang yang benci atau bahkan skeptis terhadap orang yang ber-IQ tinggi? Atau bagaimana seseorang yang mempunyai EQ tinggi akan nyaman kalo lingkungannya memberi cap "PENJILAT" kepadanya?
.
.
Begitulah, secara keseluruhan acara berlangsung sukses. Thanks a lot and salute to Dr. Bayu Prawira Hie.
.
Photoslide of Seminar
"How to Balance IQ and EQ to be a Chosen Leader".
Sumber : Mensa Indonesia
.
by Sahat Parlindungan Simarmata - www.sahatsimarmata.com
.
Cetak halaman ini (Print this page) .... .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar